Menciptakan Masyarakat yang Benci Korupsi
Korupsi tidak habis-habisnya di Indonesia. Walaupun telah ada KPK yang dengan garangnya menangkapi koruptor, namun masih banyak yang terus melakukan korupsi dan sepertinya tidak takut ditangkap oleh KPK.
Kenapa hal ini bisa terjadi ?
Tidak lain dan tdak bukan karena tatanan nilai (value system) di Indonesia yang tidak membenci, malah mentolerir perbuatan korupsi.
Tatanan nilai di Indonesia tidak menghargai orang yang berbuat dan bekerja, namun sangat menjunjung tinggi orang yang kaya dan berada, walaupun asal kekayaannya tidak dapat di pertanggung-jawabkan.
Akibatnya adalah : semua ingin menjadi orang kaya, karena orang kaya itu dihormati dan dihargai ( walaupun hartanya didapat dari hasil korupsi ).
Selain itu “pelunakan” dalam pemakaian istilah korupsi itu juga memberi sumbangsih yang fatal terhadap perkembangan korupsi. Korupsi pada hakekatnya adalah mencuri. Namun karena “dilunakkan” dengan istilah “korupsi”, makanya jadi tidak terasa keburukan atau kesalahannya.
Kalau ingin mencegah korupsi, kembalikan istilahnya kepada “mencuri” dan tambahkan keterangan yang keras bahwa “Mencuri itu hina !!!”. Tanamkan pengertian pada semua orang bahwa “Korupsi adalah mencuri, dan mencuri itu hina”.
Apabila pengertian tersebut telah ‘merasuk’ dan tertanam “dikepala” banyak orang (subsconscious), niscaya sebagian besar anggota masyarakan akan “menghinakan” orang yang korupsi, baik dengan kata-kata maupun melalui sikap. Akibat lanjutannya adalah orang akan merasa tersisih, atau malah disisihkan oleh lingkungannya apabila dianggap korupsi.
Ujungnya adalah diharapkan sebagian besar orang akan enggan atau menghindar dari perbuatan korupsi (yang hina tersebut).